Pages

Senin, 27 Januari 2014

Sejarah Kota Cirebon

    KISAH asal-usul Cirebon dapat ditemukan dalam historiografi tradisional yang ditulis dalam bentuk manuskrip (naskah) yang ditulis pada abad ke-18 dan ke-19. Naskah-naskah tersebut dapat dijadikan pegangan sementara sehingga sumber primer ditemukan.
 
    Diantara naskah-naskah yang memuat sejarah awal Cirebon adalah Carita Purwaka Caruban Nagari, Babad Cirebon, Sajarah Kasultanan Cirebon, Babad Walangsungsang, dan lain-lain. Yang paling menarik adalah naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, ditulis pada tahun 1720 oleh Pangeran Aria Cirebon, Putera Sultan Kasepuhan yang pernah diangkat sebagai perantara para Bupati Priangan dengan VOC antara tahun 1706-1723. 
Dalam naskah itu pula disebutkan bahwa asal mula kata “Cirebon” adalah “sarumban”, lalu mengalami perubahan pengucapan menjadi “Caruban”. Kata ini mengalami proses perubahan lagi menjadi “Carbon”, berubah menjadi kata “Cerbon”, dan akhirnya menjadi kata “Cirebon”. Menurut sumber ini, para wali menyebut Carbon sebagai “Pusat Jagat”, negeri yang dianggap terletak ditengah-tengah Pulau Jawa. Masyarakat setempat menyebutnya “Negeri Gede”. Kata ini kemudian berubah pengucapannya menjadi “Garage” dan berproses lagi menjadi “Grage”.
Menurut P.S. Sulendraningrat, penanggung jawab sejarah Cirebon, munculnya istilah tersebut dikaitkan dengan pembuatan terasi yang dilakukan oleh Pangeran Cakrabumi alias Cakrabuana. Kata “Cirebon” berdasarkan kiratabasa dalam Bahasa Sunda berasal dari “Ci” artinya “air” dan “rebon” yaitu “udang kecil” sebagai bahan pembuat terasi. Perkiraan ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa dari dahulu hingga sekarang, Cirebon merupakan penghasil udang dan terasi yang berkualitas baik.
Berbagai sumber menyebutkan tentang asal-usul Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon. Dalam sumber lokal yang tergolong historiografi, disebutkan kisah tentang Ki Gedeng Sedhang Kasih, sebagai kepala Nagari Surantaka, bawahan Kerajaan Galuh. Ki Gedeng Sedhang Kasih, adik Raja Galuh, Prabu Anggalarang, memiliki puteri bernama Nyai Ambet Kasih. Puterinya ini dinikahkan dengan Raden Pamanah Rasa, putra Prabu Anggalarang.
Karena Raden Pamanah Rasa memenangkan sayembara lalu menikahi puteri Ki Gedeng Tapa yang bernama Nyai Subanglarang, dari Nagari Singapura, tetangga Nagari Surantaka. Dari perkawinan tersebut lahirlah tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang dan Raja Sangara. Setelah ibunya meninggal, Raden Walangsungsang serta Nyai Lara Santang meninggalkan Keraton, dan tinggal di rumah Pendeta Budha, Ki Gedeng Danuwarsih.
Puteri Ki Gedeng Danuwarsih yang bernama Nyai Indang Geulis dinikahi Raden Walangsungsang, serta berguru Agama Islam kepada Syekh Datuk Kahfi. Raden Walangsungsang diberi nama baru, yaitu Ki Samadullah, dan kelak sepulang dari tanah suci diganti nama menjadi Haji Abdullah Iman. Atas anjuran gurunya, Raden Walangsungsang membuka daerah baru yang diberi nama Tegal Alang-alang atau Kebon Pesisir. Daerah Tegal Alang-alang berkembang dan banyak didatangi orang Sunda, Jawa, Arab, dan Cina, sehingga disebutlah daerah ini “Caruban”, artinya campuran. Bukan hanya etnis yang bercampur, tapi agama juga bercampur.
Atas saran gurunya, Raden Walangsungsang pergi ke Tanah Suci bersama adiknya, Nyai Lara Santang. Di Tanah Suci inilah, adiknya dinikahi Maulana Sultan Muhammad bergelar Syarif Abdullah keturunan Bani Hasyim putera Nurul Alim. Nyai Lara Santang berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.
Dari perkawinan ini, lahirlah Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati. Dilihat dari Genealogi, Syarif Hidayatullah yang nantinya menjadi salahseorang Wali Sanga, menduduki generasi ke-22 dari Nabi Muhammad.
Sesudah adiknya kawin, Ki Samadullah atau Abdullah Iman pulang ke Jawa. Setibanya di tanah air, mendirikan Masjid Jalagrahan, dan membuat rumah besar yang nantinya menjadi Keraton Pakungwati. Setelah Ki Danusela meninggal Ki Samadullah diangkat menjadu Kuwu Caruban dan digelari Pangeran Cakrabuana. Pakuwuan ini ditingkatkan menjadi Nagari Caruban larang. Pangeran Cakrabuana mendapat gelar dari ayahandanya, Prabu Siliwangi, sebagai Sri Mangana, dan dianggap sebagai cara untuk melegitimasi kekuasaan Pangeran Cakrabuana.
Setelah berguru di berbagai negara, kemudian berguru tiba di Jawa. Dengan persetujuan Sunan Ampel dan para wali lainnya disarankan untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Syarif Hidayatullah pergi ke Caruban Larang dan bergabung dengan uwaknya, Pangeran Cakrabuana. Syarif Hidayatullah tiba di pelabuhan Muara Jati kemudian terus ke Desa Sembung-Pasambangan, dekat Amparan Jati, dan mengajar Agama Islam, menggatikan Syekh Datuk Kahfi.
Syekh Jati juga mengajar di dukuh Babadan. Di sana ia menemukan jodohnya dengan Nyai Babadan Puteri Ki Gedeng Babadan. Karena isterinya meninggal, Syekh Jati kemudian menikah lagi dengan Dewi Pakungwati, puteri Pangeran Cakrabuana, disamping menikahi Nyai Lara Bagdad, puteri sahabat Syekh Datuk Kahfi.
Syekh Jati kemudian pergi ke Banten untuk mengajarkan agama Islam di sana. Ternyata Bupati Kawunganten yang keturunan Pajajaran sangat tertarik, sehingga masuk Islam dan memberikan adiknya untuk diperistri. Dari perkawinan dengan Nyai Kawunganten, lahirlah Pangeran Saba Kingkin, kelak dikenal sebagai Maulana Hasanuddin pendiri Kerajaan Banten. Sementara itu Pangeran Cakrabuana meminta Syekh Jati menggantikan kedudukannya dan Syarif Hidayatullah pun kembali ke Caruban. Di Cirebon ia dinobatkan sebagai kepala Nagari dan digelari Susuhunan Jati atau Sunan Jati atau Sunan Caruban atau Cerbon. Sejak tahun 1479 itulah, Caruban Larang dari sebuah nagari mulai dikembangkan sebagai Pusat Kesultanan dan namanya diganti menjadi Cerbon.
Pada awal abad ke-16 Cirebon dikenal sebagai kota perdagangan terutama untuk komoditas beras dan hasil bumi yang diekspor ke Malaka. Seorang sejarawan Portugis, Joao de Barros dalam tulisannya yang berjudul Da Asia bercerita tentang hal tersebut. Sumber lainnya yang memberitakan Cirebon periode awal, adalah Medez Pinto yang pergi ke Banten untuk mengapalkan lada. Pada tahun 1596, rombongan pedagang Belanda dibawah pimpinan Cornellis de Houtman mendarat di Banten. Pada tahun yang sama orang Belanda pertama yang datang ke Cirebon melaporkan bahwa Cirebon pada waktu itu merupakan kota dagang yang relatif kuat yang sekelilingnya dibenteng dengan sebuah aliran sungai.
Sejak awal berdirinya, batas-batas wilayah Kesultanan Cirebon termasuk bermasalah. Hal ini disebabkan, pelabuhan Kerajaan Sunda, yaitu Sundakalapa berhasil ditaklukan. Ketika Banten muncul sebagai Kesultanan yang berdaulat ditangan putra Susuhunan Jati, yaitu Maulana Hasanuddin, masalahnya timbul, apakah Sunda Kalapa termasuk kekuasaan Cirebon atau Banten?
Bagi Kesultanan Banten, batas wilayah ini dibuat mudah saja, dan tidak pernah menimbulkan konflik. Hanya saja pada tahun 1679 dan 1681, Cirebon pernah mengklaim daerah Sumedang, Indramayu, Galuh, dan Sukapura yang saat itu dipengaruhi Banten, sebagai wilayah pengaruhnya.
Pada masa Panembahan Ratu, perhatian lebih diarahkan kepada penguatan kehidupan keagamaan. Kedudukannya sebagai ulama, merupakan salah satu alasan Sultan Mataram agak segan untuk memasukkan Cirebon sebagai daerah taklukan. Wilayah Kesultanan Cirebon saat itu meliputi Indramayu, Majalengka, Kuningan, Kabupaten dan Kotamadya Cirebon sekarang. Ketika Panembahan Ratu wafat, tahun 1649 ia digantikan oleh cucunya Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II. Dari perkawinannya dengan puteri Sunan Tegalwangi, Panembahan Girilaya memiliki 3 anak, yaitu Pangeran Martawijaya, Pangeran Kertawijaya, dan Pangeran Wangsakerta. Sejak tahun 1678, di bawah perlindungan Banten, Kesultanan Cirebon terbagi tiga, yaitu pertama Kesultanan Kasepuhan, dirajai Pangeran Martawijaya, atau dikenal dengan Sultan Sepuh I. Kedua Kesultanan Kanoman, yang dikepalai oleh Pangeran Kertawijaya dikenal dengan Sultan Anom I dan ketiga Panembahan yang dikepalai Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon I.
Kota Cirebon tumbuh perlahan-lahan. Pada tahun 1800 Residen Waterloo mencoba membuat pipa saluran air yang mengalir dari Linggajati, tetapi akhirnya terbengkalai. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 buah toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 3 perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabangnya di Cirebon. Pada tahun 1877, di sana sudah berdiri pabrik es, dan pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877. Pada awal abad ke-20, Cirebon merupakan salahsatu dari lima kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda, dengan jumlah penduduk 23.500 orang. Produk utamanya adalah beras, ikan, tembakau dan gula.***(Nina H. Lubis (ed.), Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, 2000.)

PERJALANAN YANG MENYENANGKAN


    Cukup lama kiranya saya tidak melakukan perjalanan bareng bareng dengan kawan kawan, karena kesibuakn yang luar biasa masing masing.  Namun ketika momentum tersebut terbuka maka  kemudian kita manfaatkan dan alhamdu lillah memang benar benar menyenangkan, meskipun sesungguhnya cukup melelahkan.  Momentum tersebut ialah acara annual international conference on Islamic studiea yang duiselenggarakan di Surabaya.  Artinya kita tidak mau  mendatangi acara tahunan tersebut dengan  pesawat  yang dapat diempuh hanya dengan sekitar 40 menit saja, melainkan  dengan jalan darat bersama dengan yang lain.
   Tujuan utamanya melalui jalur darat ialah agar dapat bersama sama selama perjalanan yang sudah sekian lama tidak pernah dirasakan.  Kebersamaan tersebut nilainya sangat mahal, dibandingkan dengan rasa lelah yang mungkin didapakan.  Dan itulah yang terjadi, selama perjalanan kita ngobrol bersama dan bercerita apa saja, sehingga  perjalanan yang memakan waktu keseluruhan  sekitar 8 jam tersebut   seolah tidak terasa berat.  Kita semua sangat mensyukuri kondisi  tersebut dan memimpikan lagi  saat seperti itu dalam masa mendatang.
   Meskipun demikian tetap saja ada gangguan yang sempat membuat kami semua  agak sebel, yakni adanya perbaikan jalan, sehingga perjalanan cukup tersendat, yakni disekitar  daerah Juwana hingga menjelang Rembang.  Namun demikian setelah memasuki Rembang, dimana memang sudah waktunya makan siang, maka  kita semua menjadi lupa ketersendatan jalan, karena  kita semua makan siang di kompleks nelayan, dengan suguhan menu khusus, yakni merica dengan aneka ikan segar.  Luar biasa nikmatnya, dan karena nikmatnya tesebut seolah kami semua lupa dengan perjalanan yang masih cukup panjang.
    Tentu perjalanan tersebut sangat berbeda jauh dengan perjalanan udara yang dapat ditempuh hanya dengan beberapa menit saja,  namun memang sengaja  mengambil jalan darat, karena  tujuan seperti tersebut.  Dan nilai perjalanan tersebut sangat tinggi dibandingkan hanya sekedar perjalanan  itu sendiri secara umum. Tentu saja  karena perjalanan yang kami alami ternyata menyajikan berbagai pengalaman yang sangat mengasyikkan, disamping sedikit yang menjengkelkan tersebut.
   Kita menjadi teringat kembali dengan perjalanan hidup kita masing masing, terutama  pada masa yang lalu.  Ada sebagian daiantara kami yang pernah mengalami pengalaman menyenangkan dalam sebuah perjalanan, namun juga ada yang mengalami kejadian yang sangat memilukan atau hanya sekedar menggelikan.  Semua menjadi seolah menari di depan mata kita dan kita akhirnya dapat merasakan betapa Tuhan ternyata  sangat Bijaksana  atas segala makhluk dan hamba-Nya.
   Khusus bagi saya, perjalanan ini memang terasa istimewa, karena kurang lebih hampir satu tahun yang lalu, saya pernah melakukan perjalanan dari Semarang menuju Surabaya melalui jalan darat bersama dengan keluarga.  Namun perjalanan kala itu kami lakukan pada waktu malan hari, sehingga kami tidak dapat menikmati perjalanan, dan hanya istirahat dalam kendaraan.  Nah, saat sampai di Tuban, kejadian yang menyebabkan saya harus dirawat di rumah sakit itupun terjadi.  Saat kejadian saya dalam keadaan sedang tidur dan benar benar ingat setelah berada di rumah sakit.
   Lucunya setelah cukup siang dan saya dapat menyadari sekitar,  ternyata saya berada di rumah sakit anak dan bersalin.  Tentu saja  saya kemudian berusaha untuk pindah, dan karena ada kekhawatiran  saya, disebabakan pusing pusing dan muntah yang saya alami, maka sore harinya saya kemudian pindah ke rumah sakit Islam Sultan Agung semarang, dimana saya sampai di Semarang tengah malam.
   Nah, sesungguhnya saya  sama sekali tidak ada rasa trauma terhadap kejadian tersebut, karena saya sangat percaya kepada Tuhan dan keadilan-Nya.  Kecelakaan yang menimpa pada diri saya tersebut hanya semata mata kelalaian sopir yang kelelahan dan mengantuk, sehingga mobil yang kami tumpangi menabrak truk trailer yang sedang parkir di pinggir jalan.  Saya kebetulan orang yang rasional dalam menyikapi berbagai kejadian, baik yang menimpa diri saya maupun orang lain.  Karena itu  kejadian seperti itu sama sekali tidak mempengaruhi kondisi saya dan saya tetap dapat menikmati perjalanan panjang tersebut.
   Barangkali diantara kami juga ada pengalaman kejadian yang dialami, hanya saja  memang tidak diungkapkan, karena kami  lebih mementingkan suasana ceria yang tercipta dalam perjalanan tersebut.  Bahkan ketika ada diantara kami yang berkeinginan berhenti sejenak, hanya untuk membeli kerupuk bakar tayamum di Tuban, kitapun serentak  dan kompak  untuk menyetujuinya dan kemudian menjadikan kerupuk tersebut sebagai pelengkap di dalam mobil.
   Hanya saja memang setelah memasuki Lamongan cuaca sangat tidak mendukung dan hujanpun turun sedemikian rupa sehingga yang dapat kami lakukan ialah hanya bernyanyi  dan mendengarkan musik hingga memasuki tol Gresik, dan kebetulan juga sudah masuk Maghrib.  Tetapi kami semuanya merasa sangat puas dengan pewrjalanan tersebut, dan yang terpenting bagi kami ialah terciptanya suasana yang menyenangkan tersebut dan sudah cukup lama tidak kami dapatkan.
   Memang perjalanan apapun tidak akan dapat memberikan pengalaman bagi seseorang, kecuali kalau seseorang tersebut mau mengambilnya sendiri.  Artinya  pengalaan yang dapat diserap dalam kegiatan apapun tentu akan sangat bergantung kepada masing masing orang.  Kalau kita biarkan  begitu saja maka tidak akan ada pengalaman apapun yang dapat kita petik, tetapi sebaliknya ketika kita memperhatikan setiap apapun dengan kacamata keimanan yang ada dalam dada kita, tentu akan cukup banyak hal yang dapat memberikan inspirasi dan menambah  rasa syukur kita kepada Tuhan.
   Ambil contoh ketika  melewati  daerah Juwana Rembang sepanjang perjalanan kita disuguhi dengan pemandangan  masyarakat yang mengerjakan  pembuatan garam.  Ada yang baru membuat tempatnya dengan meratakannya sedemikian rupa; ada yang  sudah mengisinya dengan air, dan ada yang sudah memanennya.  Kami sangat kagum dengan kesunggguhan merka, padahal cuaca saat itu mendung, yang berarti  ancaman bagi mereka.  Apa lagi garam yang sudah dipanen dan diteumpuk begitu saja di tempat terbuka.  Seolah mereka sangat percaya diri bahwa hujan belum akan turun, karena mereka sama sekali tidak panik dengan kemungkinan hancurnya hasil karya mereka.
Kondisi tersebut sesungguhnya dapat memberikanpelajaran kepada kita bahwa apapun pekerjaan yang kita jalani, kalau kita lakukan dengan penuh kesungguhan dan kepercayaan diri yang kuat, serta kepasrahan  yang total kepada Tuhan, tentu akan  dapat membahagiaan kita dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
   Kita juga dapat memetik kesimpulan lain yakni tentang keadilan Tuhan kepada seluruh makhluk-Nya.  Karena  dari contoh tersebut kita dapat membayangkan betapa garam yang begitu banyaknya dan diproduksi setiap hari, tetapi konsumen juga tetap membutuhkannya.  Padahal kalau dihitung kebutuhan manusia  tentang garam tersebut kan cuma sedikit dan pembuatan garam juga tidak hanya di Rembang saja, melainkan justru yang sangat kita kenal ada di Madura.  Tetapi toh tidak ada penolakan masyarakat atas produksi garam tersebut, bahkan  pemwerintah juga masih mengimportnya dari manca negara.
   Tentu masih banyak lagi pengalaman yang dapat diungkapkan, namun yang terpenting bagi kami ialah kondisi reffresing dan kebersamaan  itu sendiri, disamping pengalaman pribadi yang justru dapat memupuk rasa kepercayaan  dan keimanan kita kepada Tuhan.  Mudah mudahan semua itu  akan memberikan pencerahan bagi kami dan  akhirnya kami akan  mampu berlaku bijak dalam semua perilaku kami. Amin....